My First Job as Writer Contributor
![]() |
Ucapan selamat wisuda dari partner in crime dalam menulis, Ibuk Uul |
Sekitar tiga tahun lalu saya
lulus dari jurusan akuntansi. Saya tidak terlalu galau dengan apa yang akan saya lakukan setelah wisuda, karena saya sudah bekerja sebagai penulis kontributor
untuk media yang fokus pada Bumi dan isinya (sebut saja NGI) dua bulan sebelum sidang skripsi. Jangan tanya
hubungan antara akuntansi dengan pekerjaan saya kala itu. Tidak ada, murni
karena hobby menulis dan impian saya untuk bekerja di media sekelas NGI.
Tugas saya kala itu adalah
menulis artikel dengan target tertentu, memuat berita dari media yang satu grup
dengan NGI, atau menulis topik sesuai arahan editor. Selain itu saya juga
menjadwal postingan untuk diterbitkan di sosial media NGI. Setelah empat bulan
bekerja remote dari Semarang, saya
berkesempatan bekerja di kantor Jakarta sekaligus bertatap muka langsung dengan
rekan-rekan di sana. Pengalaman luar biasa merasakan atmosfer sebagai jurnalis
yang sebenarnya. Tidak lama di Jakarta, saya kembali bekerja dari Semarang.
Ada beberapa hal yang menantang
untuk menjadi penulis kontributor tanpa kantor, salah satunya adalah mencari
mood menulis. Target menulis sampai 20 artikel sehari, kadang otak serasa
diperas. Bayangkan, untuk menggerakkan diri menulis satu artikel di blog
pribadi saja susah sekali, apalagi 20 artikel dengan EYD dan tata bahasa yang
baik dan benar. Cara saya mengatasi “mood” ini adalah dengan pergi ke café atau
indomar*t p*int , intinya mencari suasana yang berbeda untuk mengerjakan
tulisan.
Tantangan lainnya ? kehadiran
teman ‘yang nyata secara fisik’ untuk bertukar pikiran. Ini pula yang saya rindukan
saat berkesempatan bekerja di kantor Jakarta. Saya dapat bertanya dan ngobrol langsung dengan senior,
liputan sekaligus menulis bersama rekan kerja, rapat langsung dengan editor
atau pemimpin redaksi, sharing pengalaman ke magang, dan tentunya bisa ngecengin jurnalis kantor tetangga alias media lain, waktu itu kami bertetangga dengan majalah anak
muda yang penampilan para jurnalisnya kece-kece.
Dikejar-kejar
target tulisan oleh editor bukanlah pengalaman mengerikan dari pekerjaan. Itu memang pasti akan terjadi, dan wajar :) Pengalaman yang mengerikan itu, membaca
komentar netizen untuk beberapa artikel yang ada typo atau ada sedikit
kesalahan :D Sadis parah !!! tetapi ada juga komentar baik dan membuat diri ini
semangat menulis.
Pernah suatu saat saya khilaf menaikkan berita viral dari website media sebelah.
Setelah itu, kolom komentar di sosial media kami penuh dengan hujatan karena
menurut netizen yang terhormat berita itu hoax alias tidak benar. Berita itu
segera diturunkan oleh tim pusat dan saya disidang via telpon oleh editor.
Hampir setahun lebih saya bekerja
sebagai penulis kontributor, hingga akhirnya saya memutuskan untuk menyudahi
kontrak. Saya sudah mendapat cukup banyak pengalaman berharga. Saatnya cari
pengalaman baru.
Apa itu ?
Hmmm… saya mencoba berbagai macam lowongan
pekerjaan, tetapi hati saya tidak seniat itu dalam menjalaninya, sehingga seringkali ditolak. Sebenarnya
saya tidak tertarik dengan bekerja kantoran yang formal. Saya juga ingin sekali
bekerja di bidang community development.
Salah satu impian saya saat di bangku kuliah adalah bekerja di UNDP, Unicef, Unesco,
bahkan PBB. Ketinggian buat seorang gadis dari Kalimantan ? Tidak apa-apa,
bermimpi dulu ya ? Masih ada langit dan awan yang indah kalau saya terjatuh
dari ketinggian.
Baik! Saya akan lanjut kan cerita setelah wisuda di part dua. Sampai jumpa :)
Tags:
after graduated
cerita kecil
freelance writer
my job
NGI
penulis kontributor
quarter life crisis
0 komentar
Please kindly leave your comment with your ID