Cerita Terpapar COVID-19 di Penghujung 2020
Desember lalu, aku terpapar Covid-19, virus yang aku takutkan dari awal kemunculannya. Di postingan ini aku mau bercerita pengalaman berhadapan dengan Covid-19. |
Awal berita Covid-19 merebak,
rasa-rasanya aku paling gencar membaca dan mengikuti perkembangan kasus. Setiap
hari aku sempatkan mengupdate jumlah kasus tiap negara, hingga kantor kami WFH
dan aku resmi resain. Masa-masa karantina serentak di rumah kugunakan untuk ikut
mengumpulkan donasi bagi RS dan Puskesmas di kampung halaman, lalu rajin ikut tantangan
menulis blog yang topiknya banyak tentang Covid-19 bisa dicek di beberapa postingan
berikut :
COVID-19 Gemparkan Seluruh Dunia
Gerakan Bersama Berbagi Kebaikan itu Kunci
Akhir Agustus untuk pertama
kalinya aku mencoba tes rapid untuk syarat balik ke kampung halaman, Pangkalan
Bun. Aku bersama teman-teman memulai usaha baru di bidang event dan dokumentasi. Bidang pekerjaan kami
mengharuskan bertemu dan berinteraksi dengan banyak orang, kami sepenuhnya
sadar rawan akan virus ini, sebab itu kami berusaha menerapkan prosedur seketat
mungkin selama bekerja.
Sibuk bekerja aku mulai tidak
terlalu update dengan Covid-19 di sekitarku. Beruntung setiap hari Mami di
Semarang tak henti-hentinya mengingatkan tentang Covid-19 dan mengupdate kasus
di Pangkalan Bun. Hebatnya beliau tahu siapa saja yang positif (beliau
pensiunan Dinas Kesehatan, jadi yah … tahu lah ya sumbernya dari mana) Aku
sebagai anak mencoba sebisa mungkin menenangkan bahwa aku sudah berusaha sebisa
mungkin menerapkan protokol dalam bekerja ataupun saat berinteraksi dengan teman-teman,
agar Mami nggak khawatir.
Sampai akhirnya tibalah di
penghujung tahun 2020. Bulan November adalah bulan tersibuk, aku dan
teman-teman ada beberapa event dan proyek di dalam dan luar kota. Selain
pekerjaan, aku juga bertemu dengan beberapa teman, seringnya kami bertemu di
rumah.
14 November
Sahabatku sejak SMP datang dari
luar kota. Ia menginap di rumahku, total ada 4 orang menginap. Kami
menghabiskan waktu bersama di rumah, masak bareng, nonton film/series bersama.
25 November
Temanku sudah kembali ke kota
asal. Aku kembali sibuk dengan pekerjaan. Aku dapat kabar kalau salah satu
teman yang menginap di 14 November kemarin sakit dan berencana untuk tes swab,
dia sakit sejak 16 November. Sejak 14 November kami tidak ada kontak lagi. Aku
mulai punya firasat nggak enak, namun tetap mencoba berpikir positif.
26 November
Entah karena sugesti mendengar
berita temanku, aku mulai merasa nggak enak badan. Di sisi lain aku anggap
hanya kecapekan karena kerjaan yang padat beberapa hari terakhir dan masuk
angin biasa, selain itu aku masuk dalam jadwal PMS (premenstrual syndrome),
maka aku coba minum obat pasaran buat meredakan pegal. Aku tetap beraktivitas
biasa, bertemu teman, nyuci baju bahkan bersih-bersih rumah.
27 November
Aku mulai batuk pilek, masih
mencoba berpositif thinking. Hari itu aku ada janji temu dengan teman-teman
untuk makan siang bareng karena bonusan dari klien.
28 November
Aku mulai nggak bisa cium bau
apapun, juga disebabkan pilek dan mampet berat. Saat itulah ku rasa gejala
mulai muncul serentak demam, sakit kepala, batuk, pilek, radang tenggorokan, pegal-pegal
(ini juga efek karena beberapa hari sebelumnya aku bersih-bersih rumah) hari
itu juga, aku cancel semua jadwal kerjaan tersisa, karena gejala khas pada
Covid-19 salah satunya anosmia, atau kehilangan indra penciuman/ngga bisa
mencium bau. Bahkan makanan pun mulai tidak terasa di lidahku.
Sepanjang 29-30 November aku
habiskan di rumah nggak bertemu siapa-siapa. Aku belum cerita ke siapapun
karena kondisi juga lagi lemah. Sampai sekarang aku heran bisa-bisanya aku
bertahan dan masih sanggup masak sendiri.
1 Desember
Datanglah kabar itu, temanku
positif Covid-19. Pertama kali dengar kabar itu aku bingung. Bingung harus
berbuat apa? Siapa yang harus ku kabari? Bagaimana aku kalau harus isolasi? Apa
yang harus aku konsumsi? Siapa yang bisa bantu aku selama isolasi? Aku rasa aku
juga sempat terkena serangan panik, menangis dan sempat merasakan sesak karena
kondisiku drop sekali, mungkin terdengar lebay, tapi bagi orang yang tinggal
sendirian pasti tahu deh kebingungan itu.
Sampai kembali pada kesadaranku,
temanku yang positif memberiku kontak orang-orang yang bisa membantu untuk
pemeriksaan lebih lanjut. Aku coba kontak teman dokterku dan konsultasi
kondisiku. Beruntung dia dengan cepat meminta dataku dan mendaftarkan untuk
swab masal. Hingga ada pengawas dari Puskesmas mendataku dan menjadwalkan swab
pada 4 Desember.
Selanjutnya ini yang paling sulit
dan sedih, aku menginfokan ke teman-teman yang kontak erat denganku beberapa
hari terakhir, karena aku yang bergejala dan kontak erat dengan pasien positif
aku merekomendasikan mereka untuk tes rapid/PCR juga.
Hmmm terakhir, menginfokan
keluarga di Semarang. Awalnya aku rasa lebih baik nggak cerita, tetapi
mengingat Mami punya banyak koneksi dan akan lebih terkaget-kaget kalau tiba-tiba
nama anaknya tercantum di daftar pasien positif covid19 di Kobar lebih baik aku
cerita yang sebenarnya.
Setelah menceritakan ke Mami
rasanya ploooooooong bangeeet. Kaya ada beban berat hilang, Mami menenangkan
berkata semua akan baik-baik saja. Menyiapkan beragam rencana kalau semisal
nanti aku positif, Mami siap mengontak teman-temannya untuk membantuku. Mami
yang menguatkan aku, apapun hasilnya nanti harus siap.
Baca juga : Tinggal Sendiri? Ini Hal yang Bisa Dilakukan Selama Isolasi Mandiri
4 Desember
Aku tes PCR, swab untuk pertama
kalinya merasa hidungku diobok-obok. Hari itu aku perlahan-lahan mulai bisa membau
aroma di sekitar.
7 Desember
Hasil swab PCR ku keluar. Aku
positif Covid-19. Aku baik-baik aja hari itu, bangun tidur karena telepon dari
sahabat dokterku dan setumpuk chat dari Mami. Nggak papa kata Mami, Covid-19
bukan aib, itu penyakit. Diobati, baik medis atau alternatif, juga diselingi doa.
Aku dihubungi pengawas dari Puskesmas, katanya aku nggak perlu ke Puskesmas
karena gejalaku sekarang nggak parah dan nggak perlu obat khusus. Cukup isolasi
mandiri di rumah. Aku minta rekomendasi obat dari sahabat dokterku.
8-14 Desember
Banyak sahabat mengirimkan stok
makanan, jajan, membantu belanja obat, mengajak video call, menelpon, mendoakan
agar lekas sembuh, menanyakan kapan swab selanjutnya, ada juga yang masih
menagih kerjaan haha. Kondisiku jauh membaik, hanya masih mudah lelah kalau beraktivitas.
15 Desember
Suasana antri untuk swab monitoring ke-2 |
Swab kedua, aku bertemu dengan
teman positifku yang akan swab ketiga kalinya dengan adiknya yang juga positif namun
OTG. Banyak sekali antriannya, aku bertemu banyak kawan yang juga positif.
Sesekali mendengar berita duka karena Covid-19.
16-23 Desember
Masa uring-uringan menunggu hasil
swab kedua. Aku rasa aku sudah lebih baik, gejala sudah berkurang. Gejala yang
masih sering kali muncul adalah hidung mampet dan terkadang nyeri dada, tetapi
bahkan sebelum terpapar covid, 2 hal tersebut memang kadang aku alami.
24 Desember
Hasil PCR kedua keluar, per 15
Desember aku masih positif Covid-19. Hari itu untuk pertama kalinya aku ke
Puskesmas. Aku diperiksa tekanan darah, saturasi oksigen & detak jantung,
ditanya gejala yang masih dirasa. Akhirnya aku mendapat obat, ada antivirus!
Semoga ampuh!
Hari itu juga kami diinfokan
tidak akan ada lagi swab evaluasi lanjutan dari pemerintah, mulai saat ini
hanya ada swab evaluasi mandiri (alias bayar dari kocek pribadi). Lalu
bagaimana memutuskan pasien selesai isolasi? Pasien Covid-19 yang telah
melakukan isolasi mandiri selama 2 minggu dan tidak ada gejala pun dibebaskan dari
isolasi mandiri, namun mereka harus melewati pemeriksaan akhir di Puskesmas.
Nantinya puskesmas akan memberikan surat keterangan sehat.
25-30 Desember
Percobaan masak enak 1 - Rappokki |
Percobaan masak enak 2 - Sup Brokoli |
Percobaan masak enak 3 - Chicken Cordon Bleu |
Sampai di penghujung tahun, aku berusaha penuh semangat masak segala makananan enak dan menghabiskan obat dari puskesmas. Agak sedih karena tahun baru masih harus sendirian. Pengawas mengundang untuk pemeriksaan akhir di hari terakhir tahun 2020.
31 Desember
Alhamdulillah sebulan mengurung
diri di rumah akhirnya dibebaskan dengan bukti surat sehat dari Puskesmas.
Perjalanan masih panjang, karena masih belum yakin sepenuhnya harus dapat hasil negatif
di swab mandiri yang merogoh dana hampir 900ribu.
Terpapar Covid-19 membuatku sadar
bahwa walau sudah membatasi diri tidak keluar rumah dan tidak pergi ke keramaian,
masih ada celah virus ini untuk menyerang. Tak lain dan tak bukan melalui orang-orang
terdekat kita yang masih sering beraktivitas di luar atau baru saja datang dari
luar kota, bisa jadi keluarga atau sahabat. Mereka mungkin tidak terpapar,
namun bukan tidak mungkin mereka carrier virus tersebut. Jadi di manapun kalian
berada, tetap galakkan protokol Covid-19.
4 komentar
Thankyou for sharing this cicik luv✨ anw that cordon bleu so tempting
BalasHapusAwww sehat terus kamu di sana <3 kapan-kapan kita masak cordon bleu bareng lah XD
HapusWaah, detail dan runut banget tulisannya. Kemaren waktu isolasi sambil nyatet di notes kah Mim?
BalasHapusSemoga pandemi cepet berlalu yaa. Kangen banget pengen ketemuan sama keluarga dan temen2.��
wkwk dah kaya nulis reportase sama indepth ya mak uci XD aku nyatet di notes hp.
HapusAmin. Sampai saat semua lebih baik, sehat-sehat kamu dan sekeluarga di sana.
Please kindly leave your comment with your ID