![]() |
Di depan rumah dinas kami |
Tahun 1999,
saya masih ingat sekali. Bapak masih mengantar jemput saya dengan motor dinas
keluaran tahun 70-an, selepas beliau pulang kantor. Bapak selalu bercerita
mengenai mimpinya untuk mempunyai motor pribadi, agar motor dinasnya hanya
digunakan untuk kegiatan kantornya saja. Menurut Bapak, motor dinas yang
digunakan selain untuk urusan kantor itu sama saja dengan korupsi.
Lain
lagi dengan Ibu. Ibu bukan ibu rumah tangga, sama seperti Bapak, Ibu seorang
PNS (Pegawai Negeri Sipil). Walaupun PNS, Ibu tak pernah melupakan kewajibannya
sebagai ibu rumah tangga yang mengurusi rumah dan keluarga. Pada akhir pekan,
di sela-sela kerja bakti membersihkan rumah dinas yang kami tempati, Ibu selalu
menyelipkan candaan—yang saya tahu kalau itu adalah mimpi Ibu— kalau rumah
dinas ini terlalu mudah untuk dibersihkan dan berharap ada rumah lebih besar
yang bisa dibersihkan.
Sampai
pada suatu waktu, mimpi di keluarga kami mulai terwujud satu persatu. Tentu
saja bukan tanpa perjuangan mimpi itu terwujud. Lulus dengan gelar sarjana
menyambi bekerja sebagai PNS, membuat Bapak dipercaya untuk memegang jabatan
yang lebih tinggi. Tak heran pundi-pundi ekonomi keluarga kami bertambah, maka
bapak memutuskan untuk membeli vespa bekas dari temannya. Saya senang sekali
menaiki vespa yang bunyinya berbeda dari motor kebanyakan.